Minggu, 30 April 2017

CRS (Corporate Social Responsibility)

Pengertian CSR
Corporate Social Responsibility (CSR) adalah suatu tindakan atau konsep yang dilakukan oleh perusahaan (sesuai kemampuan perusahaan tersebut) sebagai bentuk tanggung jawab mereka terhadap sosial/lingkungan sekitar dimana perusahaan itu berada. Contoh bentuk tanggung jawab itu bermacam-macam, mulai dari melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan perbaikan lingkungan, pemberian beasiswa untuk anak tidak mampu, pemberian dana untuk pemeliharaan fasilitas umum, sumbangan untuk desa/fasilitas masyarakat yang bersifat sosial dan berguna untuk masyarakat banyak, khususnya masyarakat yang berada di sekitar perusahaan tersebut berada.
Penerapan program CSR merupakan salah satu bentuk implementasi dari konsep tata kelola perusahaan yang baik (Good Coporate Governance). Diperlukan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) agar perilaku pelaku bisnis mempunyai arahan yang bisa dirujuk dengan mengatur hubungan seluruh kepentingan pemangku kepentingan (stakeholders) yang dapat dipenuhi secara proporsional, mencegah kesalahan-kesalahan signifikan dalam strategi korporasi dan memastikan kesalahan-kesalahan yang terjadi dapat diperbaiki dengan segera.

Konsep ini mencakup berbagai kegiatan dan tujuannya adalah untuk mengembangkan masyarakat yang sifatnya produktif dan melibatkan masyarakat didalam dan diluar perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung, meski perusahaan hanya memberikan kontribusi sosial yang kecil kepada masyarakat tetapi diharapkan mampu mengembangkan dan membangun masyarakat dari berbagai bidang. Kegiatan CSR penting dalam upaya membangun citra dan reputasi perusahaan yang pada akhirnya meningkatkan kepercayaan baik dari konsumen maupun mitra bisnis perusahaan tersebut.

Keuntungan CSR bagi perusahaan :

1.      Layak Mendapatkan sosial licence to operate
Masyarakat sekitar adalah komunitas utama perusahaan. Ketika mereka mendapatkan keuntungan dari perusahaan, maka dengan sendirinya mereka akan merasa memiliki perusahaan. Sehingga imbalan yang diberika kepada perusahaan adalah keleluasaan untuk menjalankan roda bisnisnya di kawasan tersebut.

2.      Mereduksi Resiko Bisnis Perusahaan
Mengelola resiko di tengah kompleksnya permasalahan perusahaan merupakan hal yang esensial untuk suksesnya usaha. Disharmoni dengan stakeholders akan menganggu kelancaran bisnis perusahaan. Bila sudah terjadi permasalahan, maka biaya untuk recovery akan jauh lebih berlipat bila dibandingkan dengan anggaran untuk melakukan program Corporate Social Responsibility. Oleh karena itu, pelaksanaan Corporate Social Responsibility sebagai langkah preventif untuk mencegah memburuknya hubungan dengan stakeholders perlu mendapat perhatian.

3.      Melebarkan Akses Sumber Daya
Track records yang baik dalam pengelolaan Corporate Social Responsibility merupakan keunggulan bersaing bagi perusahaan yang dapat membantu memuluskan jalan menuju sumber daya yang diperlukan perusahaan.

4.      Membentangkan Akses Menuju Market
Investasi yang ditanamkan untuk program Corporate Social Responsibility ini dapat menjadi tiket bagi perusahaan menuju peluang yang lebih besar. Termasuk di dalamnya memupuk loyalitas konsumen dan menembus pangsa pasar baru.

5.      Mereduksi Biaya
Banyak contoh penghematan biaya yang dapat dilakukan dengan melakukan Corporate Social Responsibility. Misalnya: dengan mendaur ulang limbah pabrik ke dalam proses produksi. Selain dapat menghemat biaya produksi, juga membantu agar limbah buangan ini menjadi lebih aman bagi lingkungan.

6.      Memperbaiki Hubungan dengan Stakehoder
Implementasi Corporate Social Responsibility akan membantu menambah frekuensi komunikasi dengan stakeholder, dimana komunikasi ini akan semakin menambah trust stakeholders kepada perusahaan.

7.      Memperbaiki Hubungan dengan Regulator
Perusahaan yang melaksanakan Corporate Social Responsibility umumnya akan meringankan beban pemerintah sebagai regulator yang sebenarnya bertanggung jawab terhadap kesejahteraan lingkungan dan masyarakat.

8.      Meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan
Image perusahaan yang baik di mata stakeholders dan kontribusi positif yang diberikan perusahaan kepada masyarakat serta lingkungan, akan menimbulkan kebanggan tersendiri bagi karyawan yang bekerja dalam perusahaan mereka sehingga meningkatkan motivasi kerja mereka.

9.      Peluang Mendapatkan Penghargaan
Banyaknya penghargaan atau reward yang diberikan kepada pelaku Corporate Social Responsibility sekarang, akan menambah kans bagi perusahaan untuk mendapatkan award.

Sejarah CSR Dunia

Sejarah CSR dunia terbagi atas beberapa fase. Untuk fase pertama pertanggungjawaban sosial perusahaan kepada masyarakat bermula di Amerika Serikat sekitar tahun 1900 atau lebih dikenal sebagai permulaan abad ke-19. Pada waktu itu Amerika sedang dalam pertumbuhan yang begitu pesat, ditandai dengan banyaknya perusahaan-perusahaan raksasa yang muncul dan hidup berdampingan dengan masyarakat. Pasa saat itu,  banyak perusahaan besar menyalahgunakan kuasa mereka dalam hal diskriminasi harga, menahan buruh dan prilaku lainya yang menyalahi moral kemanusiaan. Dengan katalain, banyak perusahaan yang berbuat semena-mena terhadap masyarakat. Hal itu jelas membuat emosi masyarakat. 
Emosi yang meluap membuat masyarakat melakukan aksi protes. Menanggapi hal itu, pemerintah Amerika Serikatpun melakukan perubahan peraturan perusahaan untuk mengatasi masalah tersebut. Dimana perusahaan harus bertindak adil dan menghargai masyarakat. Gaji buruh harus dikeluarkan dan tidak ada diskriminasi harga kepada masyarakat Amerika.  
 Fase kedua evolusi munculnya CSR tercetus pada tahun 1930-an. Dimana pada waktu ini banyak protes yang muncul dari masyarakat akibat ulah perusahaan yang tidak mempedulikan masyarakat sekitarnya. Segala sesuatu hanya diketahui oleh perusahaan. Ditambah kenyataan bahwa pada saat itu telah terjadi resesi dunia secara besar-besaran yang mengakibatkan pengangguran dan banyak perusahaan yang bangkrut. Pada masa ini dunia berhadapan dengan kekurangan modal untuk input produksinya. Buruh terpaksa berhenti bekerja, pengangguran sangat meluas dan merugikan pekerjannya. Saat itu timbul ketidakpuasan terhadap sikap perusahaan yang tidak bertanggung jawab terhadap pekerjanya karena perusahaan hanya diam dan tidak bisa berbuat apa-apa. Menurut masyarakat pada masa ini perusahaan sama sekali tidak memiliki tanggung jawab moral. Menyadari kemarahan masyarakat muncul beberapa perusahaan yang meminta maaf kepada masyarakat dan memberi beberapa jaminan kepada para karyawannya yang dipecat. 
Sesuatu yang menarik dari kedua fase ini adalah belum dikenalnya istilah CSR. Meskipun upaya perusahaan untuk memperhatikan masyarakat sekitarnya sudah jelas terlihat. Namun usaha itu lebih dikenal sebatas tanggung jawab moral. Sedangkan untuk sejarah awal penggunaan istilah CSR itu dimulai pada  tahun 1970an. Pada saat ini banyak perusahaan yang memberikan bantuan kepada masyarakat baik berupa bantuan bencana alam, tunjangan dll. 
Ketenaran istilah CSR semakin menjadi ketika buku Cannibals With Forks: The Triple Bottom Line in 21st Century Business (1998) terbit dipasaran. Buku ini adalah karangan John Elkington. Didalam buku ini ia mengembangkan tiga komponen penting sustainable development, yakni economic growth, environmental protection, dan social equity, yang digagas the World Commission on Environment and Development (WCED). dalam Brundtland Report (1987),  Elkington mengemas CSR ke dalam tiga fokus yang senagja ia singkat menjadi 3P yaitu singkatan dari profit, planet dan people. 
Di dalam bukunya itu ia menjelaskan bahwa Perusahaan yang baik tidak hanya memburu keuntungan ekonomi belaka (profit). Melainkan pula memiliki kepedulian terhadap kelestarian lingkungan (planet) dan kesejahteraan masyarakat (people). Menurut Elkington, sebuah perusahaan tidak akan pernah menjadi besar jika lingkungan dan masyarakat tidak mendukung. Bisa dibayangkan jika lingkungannya rusak, maka tidak akan terjadi arus komunikasi dan transportasi yang bagus untuk kelancaran usaha perusahaan.

Sejarah CSR Indonesia

Di Indonesia, istilah CSR dikenal pada tahun 1980-an. Namun semakin populer digunakan sejak tahun 1990-an. Sama seperti sejarah munculnya CSR didunia dimana istilah CSR muncul ketika kegiatan CSR sebenarnya telah terjadi. Di Indonesia, kegiatan CSR ini sebenarnya sudah dilakukan perusahaan bertahun-tahun lamanya. Namun pada saat itu kegiatan CSR Indonesia dikenal dengan nama CSA (Corporate Social Activity) atau “aktivitas sosial perusahaan”. Kegiatan CSA ini dapat dikatakan sama dengan CSR karena konsep dan pola pikir yang digunakan hampir sama. 
Layaknya CSR, CSA ini juga berusaha merepresentasikan bentuk “peran serta” dan “kepedulian” perusahaan terhadap aspek sosial dan lingkungan.misalnya, bantuan bencana alam, pembagian Tunjangan Hari Raya (THR), beasiswa dll.  Melalui konsep investasi sosial perusahaan “seat belt”, yang dibangun pada tahun 2000-an. sejak tahun 2003 Departemen Sosial tercatat sebagai lembaga pemerintah yang selalu aktif dalam mengembangkan konsep CSR dan melakukan advokasi kepada berbagai perusahaan nasional. Dalam hal ini departemen sosial merupakan pelaku awal kegiatan CSR di Indonesia.  

 Berikut ini adalah manfaat CSR bagi masyarakat:
1     .Meningkatknya kesejahteraan masyarakat sekitar dan kelestarian lingkungan.
       Adanya beasiswa untuk anak tidak mampu di daerah tersebut.
       Meningkatnya pemeliharaan fasilitas umum.
      Adanya pembangunan desa/fasilitas masyarakat yang bersifat sosial dan berguna untuk masyarakat banyak khususnya masyarakat yang berada di sekitar perusahaan tersebut berada.

Berikut ini adalah manfaat CSR bagi perusahaan:
1 .   Meningkatkan citra perusahaan.
2 .    Mengembangkan kerja sama dengan perusahaan lain.
3 .    Memperkuat brand merk perusahaan dimata masyarakat.
4 .     Membedakan perusahan tersebut dengan para pesaingnya.
5 .     Memberikan inovasi bagi perusahaan


       Nama   : Nurul Fatwa Sari Utami
       Npm     : 18214266
       Kelas    : 3EA16








Sumber :
 Mardikanto, totok. 2009. Majalah Bisnis dan CSR. Jakarta: Latofi
 Pengantar Ilmu Administrasi Bisnis, Irham Fahmi, Alfabeta 2015.

Selasa, 04 April 2017

RESUME BUKU ETIKA BISNIS

DEFINISI ETIKA BISNIS
Etika berasal dari kata Yunani ethos, yang dalam bentuk jamaknya (ta etha) yang berarti adat  istiadat atau kebiasaan. Dalam pengertian ini etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, baik pada diri seseorang maupun pada suatu masayarakat atau kelompok masyarakat. Berart etika ini berkaitan dengan nilai-nilai, tata cara hidup yang baik, aturan hidup yang baik, dan segala kebiasaan yang dianut dan diwariskan dari satu orang ke orang lain atau dari satu generasi ke generasi yang lain. Kebiasaan ini lalu terungkap dalam perilaku berpola yang terus menerus berulang sebagai kebiasaan.

Klasifikasi etika bisnis             
Klasifikasi etika bisnis menurut Dr. A Sonny Keraf terdiri dari:  

1.      Tiga (3) norma umum, terdiri dari:

  • Norma sopan santun Disebut juga norma etika yaitu norma yang mengatur pola perilaku dan sikap lahiriah manusia, misalnya menyangkut sikap dan perilaku seperti bertamu, makan dan minum, duduk dan sebagainya. Norma ini tidak menentukan baik buruknya seseorang sebagai manusia, karena ia hanya menyangkut sikap dan perilaku lahiriah.
  • Norma hukum Adalah  norma yang dituntut keberlakuannya secara tegas oleh masyarakat karena dianggap perlu dan niscaya demi keselamatan dan kesejahteraan manusia dalam kehidupan bermasyaraka. Norma ini mencerminkan harapan, keinginan dan keyakinan seluruh anggota masyarakat tersebut tentang bagaimana hidup bermasyarakat yang baik dan bagaimana masyarakat tersebut harus diatur secara baik, karena itu ia mengikat semua anggota masyarakat tanpa terkecuali.
  • Norma moral Adalah aturan mengenai sikap dan perilaku manusia sebagai manusia. Norma ini menyangkut aturan tentang baik buruknya, adil tidaknya tindakan dan perilaku manusia sejauh ia dilihat sebagai manusia. Norma ukur lalu menjadi tolak ukur yang dipakai oleh masyarakat untuk menentukanbaik buruknya tindakan manusia sebagai manusia, entah sebagai anggota masyarakat ataupun sebagai orang dengan jabatan atau profesi tertentu.                                             
2.      Dua (2) teori etika, terdiri dari:

  • Etika deontologi Berasal dari kata Yunani deon yang berarti kewajiban. Karena itu, etika ini menekankan kewajiban manusia untuk bertindak secara baik. Menurut etika deontologi, suatu tindakan itu baik bukan dinilai dan dibenarkan berdasarkan akibat atau tujuan baik dari tindakan itu, melainkan berdasarkan tindakan itu sendiri sebagai baik pada dirinya sendiri. Dengan kata lain, tindakan itu bernilai moral karena tindakan itu dilaksanakan berdasarkan kewajiban yang memang harus dilaksanakan terlepas dari tujuan atau akibat dari tindakan itu. Misalnya suatu tindakan bisnis akan dinilai baik oleh etika deontologi bukan karena tindakan itu mendatangkan akibat baik bagi pelakunya, melainkan karena tindakan itu sejalan dengan kewajiban sipelaku untuk memberikan pelayanan yang baikkepada semua konsumen.
  • Etika Teleologi Yaitu mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang mau dicapai dengan tindakan itu, atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu. Misalnya, mencuri bagi etika teleologi tidak dinilai baik atau buruk berdasarkan baik buruknya tindakan itu sendiri, melainkan oleh tujuan dan akibat dari tindakan itu.


3.      Prinsip etika dalam bisnis

  • Prinsip Otonomi Yaitu sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan.
  • Prinsip Kejujuran Terdapat tiga lingkup kegiatan bisnis yang bisa ditunjukkan secara jelas bahwa bisnis tidak akan bisa bertahan lama dan berhasil kalau tidak didasarkan atas kejujuran. Pertama, jujur dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak. Kedua, kejujuran dalam penawaran barang atau jasa dengan mutu dan harga yang sebanding. Ketiga, jujur dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan.
  • Prinsip Keadilan Menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan yang adil dan sesuai criteria yang rasional obyektif, serta dapat dipertanggung jawabkan.
  • Prinsip Saling Menguntungkan (Mutual Benefit Principle) Menuntut agar bisnis dijalankan sedemikian rupa sehingga menguntungkan semua pihak.
  • Prinsip Integritas Moral Terutama dihayati sebagai tuntutan internal dalam diri pelaku bisnis atau perusahaan, agar perlu menjalankan bisnis dengan tetap menjaga nama baik pimpinan atau orang-orangnya maupun perusahaannya.


     
4.      Model etika dalam bisnis Carroll dan Buchollz (2005) dalam Rudito (2007:49) membagi tiga tingkatan manajemen dilihat dari cara para pelaku bisnis dalam menerapkan etika dalam bisnisnya.
  •     Immoral Manajemen
      Immoral manajemen merupakan tingkatan terendah dari model manajemen dalam menerapkan prinsip-prinsip etika bisnis. Manajer yang memiliki manajemen tipe ini pada umumnya sama sekali tidak mengindahkan apa yang dimaksud dengan moralitas, baik dalam internal organisasinya maupun bagaimana dia menjalankan aktivitas bisnisnya. Para pelaku bisnis yang tergolong pada tipe ini, biasanya memanfaatkan kelemahan-kelemahan dan kelengahan-kelengahan dalam komunitas untuk kepentingan dan keuntungan diri sendiri, baik secara individu atau kelompok mereka. Kelompok manajemen ini selalu menghindari diri dari yang disebut etika. Bahkan hukum dianggap sebagai batu sandungan dalam menjalankan bisnisnya.
  • Amoral Manajemen
    Tingkatan kedua dalam aplikasi etika dan moralitas dalam manajemen adalah amoral manajemen. Berbeda dengan immoral manajemen, manajer dengan tipe manajemen seperti ini sebenarnya bukan tidak tahu sama sekali etika atau moralitas. Ada dua jenis lain manajemen tipe amoral ini, yaitu Pertama, manajer yang tidak sengaja berbuat amoral (unintentional amoral manager). Tipe ini adalah para manajer yang dianggap kurang peka, bahwa dalam segala keputusan bisnis yang diperbuat sebenarnya langsung atau tidak langsung akan memberikan efek pada pihak lain. Oleh karena itu, mereka akan menjalankan bisnisnya tanpa memikirkan apakah aktivitas bisnisnya sudah memiliki dimensi etika atau belum. Manajer tipe ini mungkin saja punya niat baik, namun mereka tidak bisa melihat bahwa keputusan dan aktivitas bisnis mereka apakah merugikan pihak lain atau tidak.
  • Moral Manajemen
    Tingkatan tertinggi dari penerapan nilai-nilai etika atau moralitas dalam bisnis adalah moral manajemen. Dalam moral manajemen, nilai-nilai etika dan moralitas diletakkan pada level standar tertinggi dari segala bentuk prilaku dan aktivitas bisnisnya. Manajer yang termasuk dalam tipe ini hanya menerima dan mematuhi aturan-aturan yang berlaku namun juga terbiasa meletakkan prinsip-prinsip etika dalam kepemimpinannya. Seorang manajer yang termasuk dalam tipe ini menginginkan keuntungan dalam bisnisnya, tapi hanya jika bisnis yang dijalankannya secara legal dan juga tidak melanggar etika yang ada dalam komunitas, seperti keadilan, kejujuran, dan semangat untuk mematuhi hukum yang berlaku. Hukum bagi mereka dilihat sebagai minimum etika yang harus mereka patuhi, sehingga aktifitas dan tujuan bisnisnya akan diarahkan untuk melebihi dari apa yang disebut sebagai tuntutan hukum. Manajer yang bermoral selalu melihat dan menggunakan prinsip-prinsip etika seperti, keadilan, kebenaran, dan aturan-aturan emas (golden rule) sebagai pedoman dalam segala keputusan bisnis yang diambilnya.


5. Studi Kasus
Profil PT.Djarum, tbk
PT Djarum adalah salah satu perusahaan rokok di Indonesia. Perusahaan ini mengolah dan menghasilkan jenis rokok kretek dan cerutu. Ada tiga jenis rokok yang kita kenal selama ini. Rokok Cerutu (Terbuat dari daun tembakau dan dibungkus dengan daun tembakau pula), rokok putih (Terbuat dari daun tembakau dan dibungkus dengan kertas sigaret), dan rokok kretek (Terbuat dari tembakau ditambah daun cengkeh dan dibungkus dengan kertas sigaret).
PT Jarum adalah salah satu jenis perusahaan perseroan yang ada di Indonesia. Namun dahulu PT Jarum adalah sebuah perusahaan perseorangan karna didirikan oleh seorang Oei Wie Gwan. PT. Djarum memiliki, 5 nilai-nilai inti dalam pengembangan perusahan. Nilai-nilai itu adalah .Fokus pada pelanggan, Profesionlisme, Organisasi yang terus belajar, Satu Keluarga, Tanggung Jawab Sosial.

- Tahun Berdirinya

Rokok kretek adalah sebuah produk yang racikannya ditemukan oleh H. Djamhari (Kebangsaan Indonesia) pada tahun 1880 di kota Kudus (Kudus kota keretek). Saat itu H. Djamhari adalah seorang perokok dan ia sering merasa sesak napas. Saat ia menderita sesak, ia menggunakan minyak cengkeh untuk mengobati penyakitnya. Hingga suatu ketika ia mencoba meracik daun tembakau dan bunga cengkeh untuk rokoknya.

- Fokus pada pelanggan.

Pelanggan merupakan bagian yang sangat penting dalam keberlangsungan suatu perusahaan, tanpa ada pelanggan, tanpa ketertarikan pelanggan terhadap produk yang telah diproduksi, perusahan akan mandet. PT.Djarum selalu mengutamakan agar pelanggan selalu puas terhadap produknya, dengan memberikan harga yang relatif rendah meskipun keuntungan yang dicapai berkurang, hal ini diatasi dengan peningkatan hasil yang baik dan jumlah penjualan, selain itu juga PT.Djarum memberikan dana kepada beberapa pelanggan untuk memasarkan produknya sehingga tercipta hubungan yang sangat dekat.

- Keuangan

PT Djarum system upah harian. Untuk upah harian, Jerih payah buruh pabrik ini memang terbilang kecil bagi ukuran gaji buruh di Jakarta. Mereka dibayar dengan upah perjam sekitar Rp.9.750/per 1.000 batang buat satu grup yang terdiri dua orang tersebut. Tetapi biasanya, satu grup bisa membuat 3.000 batang dalam waktu kurang dari 4 jam. PT Djarum untuk tahun 2006 menyentuh 6,99 milyar rupiah. Jumlah itu didapati lewat omset perbungkusnya mencapai angka 23,66 milyar rupiah/perhari. Sementara itu, produksinya tahun lalu tercatat sekitar 38,36 unit milyar dengan asumsi sekitar 127,87 batang/perhari.

- Bidang Usahanya

PT. Djarum adalah salah satu perusahaan rokok di Indonesia. Perusahaan ini mengolah dan menghasilkan jenis rokok kretek dan cerutu. Bidang usaha yang digeluti oleh PT Djarum tidak lain dan tidak bukan ialah rokok. Dalam sehari perusahaan ini mampu menghasilkan omeset sekitar 23,66 milyar rupiah/perhari, karna sasaran penjualanya tidak hanya di Indonesia saja tetapi juga di Austria, Polandia, Prancis, Spanyol, Portugal, Turki, Belgia, Belanda, Luxemburg, Jerman, Brazil, Jepang, Malaysia, Kanada, Usa dll.



Sumber  :
Buku etika bisnis. DR. A. Sonny Keraf 1998

Jurnal Etika Bisnis


JURNAL 1



Dimensionality of business ethics in China


 Marc Sardy J. Mark Munoz James Jianmin Sun Ilan Alon, (2010),"Dimensionality of business ethics in China", Competitiveness Review: An International Business Journal, Vol. 20 Iss 1 pp. 6 - 30
Permanent link to this document:

Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengeksplorasi dimensi etika di Cina. Hal ulasan yang masih ada literatur etika bisnis di Cina, mengumpulkan data tentang perilaku etis dari sebuah universitas Cina yang besar, dan menganalisis data untuk menguji kecenderungan yang muncul.

Latar belakang
Pendahuluan Dalam lingkungan bisnis kontemporer, ambang batas etis terus didorong mengarah ke segudang masalah. Dalam sebuah survei yang mengkhawatirkan yang terdiri dari 1.300 karyawan dan manajer, 48 persen mengaku berlatih beberapa bentuk perilaku tidak etis di tempat kerja (Mathis dan Jackson, 1999). perilaku etis yang buruk dapat menyebabkan kerugian bisnis dan skandal memalukan (Frank Navran, dikutip di Onlineethics.org, 2004). Berbagai skandal etis yang muncul di beberapa media Barat juga berlimpah di Timur. Di negara-negara seperti Cina muncul, banyak penuntutan birokrat telah dicatat (Lewis, 2001). Di beberapa negara Asia, mengabaikan kronis untuk transparansi, etika, dan prinsip-prinsip demokrasi telah dikutip sebagai penyebab kegagalan organisasi (Kanaga, CIPE, 1999).

Desain / metodologi / pendekatan
Analisis faktor dan skala multidimensi (MDS) yang diterapkan untuk instrumen survei didirikan setelah keandalan. Temuan - Kepala Sekolah-komponen analisis faktor mengungkap enam faktor utama. MDS lanjut mengurangi variabel penjelas dalam empat dimensi etika, sementara meningkatkan jumlah pengamatan bisa digunakan. Keempat dimensi kemudian berkorelasi dengan beberapa variabel demografis dan psikografis.
Hasil menunjukkan empat kuadran dengan karakteristik yang berbeda:
Kuadran I “tidak simpatik, etis menantang, berpusat diri” memiliki indeks kelas-titik yang lebih rendah (IPK);

Kuadran II “etis menantang, lainnya diarahkan” memiliki IPK tinggi, menonton TV lebih, dan lebih mungkin untuk menjadi perempuan;
Kuadran III “orientasi Komunitas, etis berpusat” lebih mungkin untuk menjadi wanita dengan peringkat kelas yang lebih tinggi.
kuadran IV “penghindaran Challenge, mengendalikan, agama” lebih mungkin untuk memiliki IPK yang lebih rendah dan tingkat yang lebih rendah religiusitas.

Kesimpulan
dari makalah ini dapat terbatas pada kelompok sampel. perluasan lebih lanjut dari kertas mungkin menyarankan wawasan tambahan. Orisinalitas / nilai - Etika sering diabaikan dalam pendidikan bisnis Cina. Sementara diteliti di Amerika Serikat, topik ini jarang dipelajari di Cina. Hal ini menjadi perhatian untuk bisnis mencari manajer di pasar Cina dan bagi individu dan peneliti yang ingin kerangka kerja untuk lebih memahami dimensi etis dari manajemen Cina. Dalam studi ini, kami berusaha untuk mengeksplorasi dimensi yang mendasari etika di Cina menggunakan instrumen survei baik diteliti. Menggunakan analisis faktor utama-komponen, kami menemukan enam faktor utama antara variabel-variabel:
1.      harapan bagi orang lain
2.      tantangan penghindaran
3.      laiinya diarahkan dan simpatik
4.      agama
5.      etis dan menantang
6.      masyarakat dan simpatik



JURNAL 2

The effects of national culture on managers’ attitudes toward business ethics Implications for organizational change

 John O. Okpara , (2014)," The effects of national culture on managers' attitudes toward business ethics Implications for organizational change ", Journal of Accounting & Organizational Change, Vol. 10 Iss 2 pp. 174 - 189
Permanent link to this document:

Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji hubungan antara budaya dan sikap manajer terhadap etika bisnis di Nigeria. Beberapa studi telah mengakui bahwa budaya mempengaruhi perilaku etis. Namun, sangat sedikit studi telah dilakukan tentang bagaimana budaya mempengaruhi sikap manajer terhadap etika bisnis yang dapat memprediksi perilaku etis mereka terutama di negara-negara berkembang di Afrika. Titik fokus adalah bahwa penelitian ini adalah untuk mengatasi kesenjangan pengetahuan ini dalam literatur.

Pendahuluan
Peningkatan globalisasi bisnis menyoroti pentingnya menggabungkan perbedaan budaya ke dalam penelitian etika, seperti persepsi dan perilaku etis berbeda antara negara-negara. praktik yang tidak etis dalam bisnis internasional yang luas dan berkembang. skandal terbaru seputar praktek etika dipertanyakan dan perbuatan yang salah perusahaan di seluruh dunia seperti penipuan akuntansi Enron Melibatkan Arthur Andersen, skandal akuntansi WorldCom / MCI, Martha Stewart masalah etis, skema Bernard Madoff Ponzi, skandal Siemens, skandal Satyam Komputer di India, S- chip skandal di Singapura, telepon News International peretasan dan Northern Rock Bank sub-prime mortgage krisis di Inggris dan lebih telah mengharuskan kebutuhan untuk memeriksa perilaku etis manajer lebih dekat dari sebelumnya (Velasquez, 2000). Globalisasi bisnis juga telah menyebabkan peningkatan dif etis fi culty dan dilema bagi manajer dari perusahaan-perusahaan global.

Desain / metodologi / pendekatan
Penulis mengumpulkan data dari 351 manajer di perusahaan-perusahaan yang dipilih di Nigeria. Dua instrumen yang digunakan untuk mengukur Hofstede lima dimensi dan sikap terhadap etika bisnis budaya. Korelasi dan analisis regresi yang digunakan untuk menguji dan memprediksi hubungan antara independen dan variabel dependen dalam penelitian ini.

Temuan
Hasil menunjukkan bahwa budaya memiliki yang signifikan pengaruh pada sikap etis manajer. The temuan-temuan juga secara khusus mengungkapkan bahwa hubungan ada di antara dimensi budaya Hofstede dari jarak kekuasaan, kolektivisme, maskulinitas, penghindaran ketidakpastian, orientasi jangka pendek dan dimensi sikap terhadap etika bisnis.

Metodologi
Bagian ini mencakup deskripsi sampel, prosedur pengumpulan data, langkah-langkah, dan instrumen validasi. Karena tujuan dari penelitian ini adalah eksplorasi di alam, sampel tidak terbatas pada satu industri tertentu. Hal ini diperlukan untuk memungkinkan pemahaman yang lebih luas tentang hasil dan identifikasi arketipe dasar (McDougall dan Robinson, 1990; Roth, 1992; Carter et al, 1994.). Dalam rangka untuk mendapatkan ukuran sampel yang memadai untuk analisis statistik dan untuk memberikan dasar untuk interpretasi yang luas dari hasil, kami menggunakan sampel multi-industri.

Sampel
Kami memilih sampel kami dari perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Asosiasi Produsen Nigeria (MAN) Directory. Pemilihan sampel kami melibatkan proses tiga langkah. Pertama, kami menggunakan teknik sampel acak sederhana untuk memilih 500 perusahaan-perusahaan yang terdaftar direktori MAN. Kedua, kita dihubungi dipilih perusahaan-perusahaan meminta partisipasi mereka dalam penelitian dan perusahaan-perusahaan yang setuju untuk mengambil bagian dalam studi membentuk sampel penelitian. Akhirnya, metode sampling digunakan untuk memilih peserta, dan untuk memastikan bahwa yang berbeda kelompok populasi yang cukup terwakili sehingga tingkat akurasi dalam parameter memperkirakan meningkat (Babbie, 1990, p 94;. Nachmias dan Nachmias, 1992, p 179, Nachmias dan Nachmias 2007.). sampel kami sesuai dengan industri yang diwakili, posisi manajemen diadakan, dan lokasi.

Kesimpulan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki dampak budaya pada dimensi di Nigeria etis individualisme, jarak kekuasaan, maskulinitas, penghindaran ketidakpastian dan orientasi jangka panjang, dan sikap etis manajer. dapat dikatakan bahwa dimensi budaya di Nigeria memiliki yang kuat di memengaruhi pada sikap manajer terhadap etika bisnis. Kontribusi utama dari makalah ini adalah untuk cahaya tinggi meresap dalam memengaruhi budaya pada individu perilaku etis, dan untuk menunjukkan bahwa orientasi budaya memiliki efek yang berbeda pada komponen yang berbeda dari individu perilaku etis.



 Nama : Nurul Fatwa Sari Utami
 Npm  :  18214266
 kelas  : 3EA16







 

Hello ... Template by Ipietoon Cute Blog Design